Kamis, 12 Agustus 2010

Carilah Ilmu (Renungan 2)

Ilmu dan kemudahan ibarat dua sejoli yang tidak dapat dipisahkan. Coba Anda perhatikan para ulama yang mendalami ilmu syariatnya, betapa mudah hidup mereka dan betapa gampangnya kita berinteraksi dengan mereka. Memang demikian karena mereka sesungguhnya telah memahami tujuan hidup ini dan berhasil meraihnya hingga tahu seluk beluknya kehidupan.

Begitu pula sebaliknya Anda akan banyak menjumpai orang yang dalam keadaan sulit dan paling sulit diajak berinteraksi dan paling susah wataknya, serta mungkin paling berat jalan hidupnya. Semua karena mereka tidak memiliki ilmu yang memadai. Ya, karena mereka hanya mampu mendengar kalimat-kalimat yang sebenarnya tidak mereka pahami dan mereka hanya mendengar berbagai masalah tanpa bisa memaknai dan sama sekali tidak bisa mencernanya. Itu karena minimnya ilmu dan pemahamanan.

Mereka belum mengerti tujuan yang harus ditempuhnya dan belum mengerti berbagai persoalan hidup, sebagai konsekuensinya mereka terjerumus ke dalam perkara yang rumit dan membingungkan.

Banyak peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini seperti bunuh diri karena putus asa, tak mampu menahan beban hidup dan tak mampu mencari solusi sehingga mengambil keputusan yang tidak berdasar pada ilmu yang dimilikinya. Padahal setiap kesulitan dibukakan pintu kemudahan bila kita memahaminya. Dan alangkah ruginya kita bila tidak mampu memetik pelajaran dari alam sekitar kita.

Carilah ilmu dan niscaya Anda akan mendapatkan kemudahan.

Rabu, 11 Agustus 2010

Bercita-citalah setinggi Bintang di Langit (Renungan 1)

Pembaca yang berbahagia, di bulan Ramadhan ini saya coba untuk menuliskan sesuatu yang ada dalam renungan saya.

Di antara spesifikasi ajaran Islam ialah menganjurkan kepada pemeluknya untuk menghiasi diri dengan cita-cita yang besar, tujuan yang mulia, sasaran yang tinggi, target yang besar dan orientasi yang agung. Cita-cita yang terkandung di dalam diri Anda tak ubahnya bagaikan motor penggerak arus positif dan arus negatif yang mengontrol setiap anggota tubuh Anda. Ia bagaikan bahan bakar dan energi yang membuat pemiliknya melesat meraih apa yang diinginkan dan berlomba untuk memacu ke hal yang terpuji. Cita-cita yang besar dengan seijin Allah akan membuat anda mampu meraih kebaikan dan tataran yang mulia, sehingga mengalir begitu saja ke dalam darah dan otot Anda menuju derajat kewibawaan, dan manaiki kesempurnaan, bahkan orang lain tidak pernah melihat begitu cepatnya cita-cita yang Anda miliki.

Menghiasi dengan cita-cita yang tinggi lagi mulia akan mencabut segala hal dan angan-angan yang rendah serta hasil karya yang murahan. Sebagaimana pula ia akan mencabut habis hingga akar-akarnya dari pohon kehinaan dan kerendahan yang mewariskan jiwa-jiwa penjilat. Anda yang memiliki cita-cita yang kuat dan kokoh tidak akan pernah gentar dengan berbagai persoalan, begitu juga sebaliknya Anda yang tidak punya cita-cita akan menjadikan anda jiwa pengecut, penakut dan pecundang.

Janganlah anda berfikir dan memiliki persepsi keliru hingga mencampur adukan antara cita-cita yang besar denan besar diri. Sesungguhnya keduanya memiliki perbedaan yang mencolok. Cita-cita yang besar bagaikan mahkota yang menghiasi kalbu yang merdeka dan ideal, yang bersangkutan selamanya berupaya untuk meraih kesucian, dia selalu dalam gejolak yang tiada henti-hentinya untuk meraih tujuan dan puncak keberhasilannya.

cita-cita yang besar merupakan hiasan dari warisan para nabi sedangkan besar diri alias sombong merupakan penyakit yang biasa menjangkiti orang-orang angkara murka dn orang-orang yang sengsara. Cita-cita yang besar akan membawa naik pelakunya pada ketinggian sedangkan besar diri akan menurunkan pelakunya ke dasar yang paling bawah.

Wahai penuntut ilmu rencanakanlah bagi dirimu cita-cita yang besar.

Rabu, 04 Agustus 2010

Redenominasi dan Sanering

Saya masyarakat biasa tentu agak deg-degan dengan isu "penyederhanaan" mata uang rupiah, apalagi saya belum pernah mengalami keadaan yang seperti ini. Saya hanya sering mengalami dimana nilai uang rupiah semakin merosot alias nilai tukarnya rendah. Terlebih lagi saya buktikan di beberapa kota di luar Indonesia seperti Singapore memang benar adanya. Saya punya uang pecakahan dengan deretan angka panjang seperti 100.000,00 tetapi nilainya kecil.
Nah berikut ini saya ambil dari beberapa tulisan mengenai Redenominasi dan Sanaering semoga saya dan orang lainnya di masyarakat sedikit lega.
Konon katanya yang disebut dengan Redenominasi itu berbeda dengan yang disebut dengan Sanering.

Jika redenominasi itu adalah pemotongan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya. Sedangkan sanering adalah pemotongan nilai mata uang suatu menjadi lebih kecil tanpa jaminan tidak berubahnya nilai tukarnya.

Dalam redenominasi, uang Rp 10.000 dipotong menjadi Rp 10, dengan harga barang yang semula Rp 10.000 juga berubah menjadi seharga Rp 10.

Fisik uangnya tak digunting sebagaimana yang dilakukan di program sanering. Pecahan lama sebelum redenominasi tetap berlaku, namun disertai dengan cara penulisan baru, dan penerbitan pecahan baru yang sudah disesuaikan dengan nilai redenominasinya.

Berbeda dengan sanering yang secara fisiknya uang dipotong atau digunting. Dimana uang Rp 10.000 dipotong menjadi Rp 10, sehingga dengan demikian harga barang yang semula Rp 10.000 belum tentu berubah menjadi seharga Rp 10.

Jadi, redenomanasi hanya semacam penyederhanaan penulisannya saja yang tak akan merugikan rakyat.

Sedangkan sanering itu merugikan rakyat, lantaran yang berubah adalah nilai uangnya.

Pendek kata, redenominasi itu jauh lebih baik daripada sanering.

Dan perlu dicatat, konon menurut kabar program sanering itu dilakukan karena ekonomi negara itu sangat buruk yang mendekati ambruk karena hiper inflasi.

Sedangkan program redenominasi itu dilakukan bukan karena ekonomi negara itu buruk serta bukan karena hiper inflasi. Namun semata-mata hanya karena tujuan efisien penulisan dan pembukuan saja.

Benarkah begitu ?.

Bisa jadi benar memang begitu, redenominasi berbeda dengan sanering, dan redenominasi tak akan merugikan rakyat.

Ya, apa mau dikata, jika pakar ekonomi sudah yang mengatakannya berdasarkan teori ekonominya yang diyakininya bagaikan kebenaran mutlaknya ayat-ayat kitab suci, maka rakyat ya nurut dan manut saja apa kata para pakar ekonomi.

Namun sesungguhnya, teori-teori ilmu ekonomi itu bukanlah wahyu Illahi yang mutlak kebenarannya, dan ilmu ekonomi itu tetaplah bukan ilmu matematika yang eksak dan pasti jumlah hasilnya sesuai dengan rumusnya.

Sehingga tetap saja yang namanya redenominasi itu ternyata juga tidak mutlak pasti benar begitu sesuai dengan teorinya.

Pemotongan sejumlah digit nominal mata uang pada program redenominasi itu ternyata juga ada potensi meleset, dalam arti kata tak serta merta pasti diikuti dengan penyesuaian harga berdasarkan nominal baru itu.

Contohnya adalah yang pernah terjadi di Zimbabwe, program redenominasi justru memicu inflasi ribuan persen.

Otoritas moneter Zimbabwe tak melakukan pemotongan atas fisik uangnya, tapi dengan mengeluarkan pecahan dalam nilai baru yang sudah disesuaikan dengan nilai redenominasi. Namun, kenyataannya perdagangan barang dan jasa serta nilai tukarnya tak patuh dengan nilai redenominasi itu.

Sehingga, dimana program yang ingin dijalankannya itu sebenarnya adalah redenominasi, tapi kenyataan yang terjadi di lapangan menjadi mirip tak ubahnya seperti dampak sanering.

Terlepas dari perdebatan soal definisi dan tetak bengek perbedaan antara redenominasi dengan sanering, sebenarnya ada apa kok Indonesia mulai mewacanakan akan melakukan redenominasi ?.

Konon menurut kabar, dari hasil riset Bank Dunia (World Bank) menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara pemilik pecahan mata uang terbesar kedua di dunia, dengan pecahan mata Rupiah sebesar 100.000.

Negara pemilik pecahan mata uang terbesar di dunia adalah Vietnam, dengan pecahan mata uang Dong Vietnam sebesar 500.000.

Sebenarnya tadinya itu Indonesia ada di urutan ketiga, dimana Zimbabwe di urutan pertama dengan pecahan sebesar 10 juta dolar Zimbabwe, lalu Vietnam dengan di rangking kedua dengan pecahan 500.000 Dong Vietnam, selanjutnya Indonesia di peringkat ketiga dengan pecahan 100.000 Rupiah.

Namun lantaran kemudian Zimbabwe melakukan redenominasi maka Vietnam naik rangking dari kedua menjadi pertama, dan Indonesia pun naik juga tingkatannya dari ketiga menjadi urutan kedua.

Nah, jika Indonesia kemudian mengikuti jejak langkah Zimbabwe dengan melakukan redenominasi, maka Indonesia mungkin akan terlepas dari daftar negara-negara dengan pecahan mata uang terbesar di dunia.

Lho, bukankah pecahan mata uang itu berkaitan dengan tingkat besar kebutuhan pecahan mata uang dalam transaksi yang secara tidak langsung juga mencerminkan tingkat inflasi juga ?. Berarti, selama ini menurut laporan resmi inflasi rendah tapi sesungguhnya inflasinya tinggi ?, berarti ekonomi indonesia jeblok ?.

Ya, tidak berarti begitu. Haruslah diingat, Indonesia itu pernah mempunyai Menteri Keuangan Terbaik di Asia dan di Dunia, jadi mosok jeblok begitu.

Tapi, memang jika dirasa-rasakan, setiap tahun selalu ada kenaikan harga.

Harga es cendol di tahun lalu tentu lebih murah daripada harga es cendol di tahun ini. Begitu juga biaya sekolah, biaya rumah sakit, dan biaya hidup lainnya, termasuk dan tak terkecuali harga mobil juga sepeda motor.

Tapi ya sudahlah, rakyat jelata manut dan nurut saja apa kata para pakar ekonomi bahwa ekonomi Indonesia kuat dan hebat serta spektakuler lantaran dikelola oleh Menteri Keuangan Terbaik di Asia dan di Dunia, sehingga inflasi di Indonesia pun itu rendah saja.

Walau ya itu tadi, kebanyakan rakyat kebanyakan itu merasakan bahwa pendapatannya itu semakin tahun semakin tak sebanding dengan biaya kehidupannya. Dimana kecepatan kenaikan pendapatannya kalah tinggi dibanding dengan kenaikan biaya kehidupannya.

Rakyat manut saja, bahwa yang dirasakannya itu bukanlah inflasi tinggi.

Ndak usah berdebat dan jalani hidup saja, toh Allah SWT tak akan mungkin membiarkan hamba-Nya eyang soleh dan solekah itu mengalami kesulitan dan mati kelaparan.

Toh, jika redenominasi gagal berbuah hasil sesuai teorinya, sang Menteri Keuangan Terbaik di Asia dan di Dunia pun tak akan bisa lagi ikutan disalahkan, lantaran sudah menjadi petinggi di jajaran pimpinan tertingginya Bank Dunia.

Oh ya, menurut kabar rumornya, kewenang mengetuk palu perihal keputusan kebijakan redenominasi itu, jika jadi dilaksanakan, ada pada pemerintah (lembaga eksekutif) bukan pada BI (Bank Indonesia).

Akhirulkalam, janganlah panik, ikuti petuahnya para pakar ekonom bahwa redenominasi itu bukan sanering. Dimana redenominasi itu hanyalah efesiensi dipenulisannya saja atau hanya merupakan bentuk penyederhanaan nominal saja, yang tak akan mengubah nilai barang.

Semoga begitu.

Senin, 02 Agustus 2010

Komunikasi di Tempat Kerja

Untuk kompetensi Dasar komunikasi di tempat kerja standar kompetensi Melaksanakan Kerjasama dengan Kolega dan pelanggan dapat diunduh disini