Melihat judul di atas tentunya saya tidak bermaksud untuk mengupas segi jenis kelamin untuk seorang Ibu atau Wanita, tetapi yang akan dikupas adalah masalah gender dan persamaan hak dan keberadaannya di muka bumi ini bila dipadankan dengan lawan jenisnya yaitu lelaki.
Penyebutan Wanita memang sebenarnya tidak terlalu pas untuk kaum hawa, karena bila merujuk pada asal kata wanita (bahasa jawa; wanito = wani ditoto) atau berani ditata. Ini jelas bahwa wanita diposisikan sebagai obyek atau sebagai sasaran yang hanya mengikuti tatanan yang dibuat oleh lelaki atau pria. Ada makna pasif yang terkandung di dalamnya sehingga penempatan wanita selalu pada posisi di bawah, posisi yang tidak bisa berargumentasi, ataupun posisi dimana mereka harus "manut'.
Berbeda bila kita sebut perempuan (melayu) dari kata puan yang maknanya adalah sumber kehidupan (source of life). Dari segi penyebutan saja jelas bahwa perempuan ditempatkan pada posisi yang agung, dijadikan rujukan kehidupan dan bahkan sumber kehidupan sehingga tidak akan terjadi pemaknaan yang kurang untuk kaum hawa ini. Ada 'point' tawar dihadapan lawan jenisnya.
Bukan bermaksud untuk memaksakan penggunaan penyebutan perempuan, tetapi paling tidak di hari ibu nanti kita bisa jadikan renungan untuk senantiasa menghargai ibu para ibu sebagai sumber kehidupan. Selanjutnya penyebutan atau istilah memang terserah anda tetapi persamaan hak dan penghargaan terhadap kaum hawa menjadi prioritas dan mengurangi diskriminasi gender heee..heeee.
Minggu, 12 Desember 2010
Minggu, 21 November 2010
ISO with IWA 2
Lembaga Pendidikan umumnya sangat identik dengan tumpukan berkas-berkas arsip. Menurut standar seri ISO 9000, Dokumentasi merupakan sesuatu yang jauh lebih luas dari pada sekedar arsip, catatan, (dan tentu saja foto-foto yang mungkin sempat Anda bayangkan). Dan ketika Lembaga Pendidikan berupaya untuk menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001, maka Lembaga Pendidikan perlu menetapkan Dokumentasi Sistem Manajemen Mutunya sesuai persyaratan standar sebagai landasan penerapan dan peningkatan mutu yang berkesinambungan.
Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 sebagai Standar yang generik memerlukan dokumentasi dengan intepretasi yang tepat sesuai bidang layanannya serta penerapannya membutuhkan strategi agar diterima dan dijalankan oleh semua “Civitas Academica”. Bagi Lembaga Pendidikan yang belum menerapkan ISO 9001 atau yang sudah menerapkan ISO 9001 dapat meningkatkan kinerjanya dengan acuan IWA-2 (International Workshop Aggreement – 2), yaitu standar yang memandu secara khusus untuk lembaga pendidikan dan yang terkait dengan bidang pendidikan.
IWA 2:2007 adalah panduan penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 bagi institusi pendidikan. IWA adalah singkatan dari International Workshop Agreement. Panduan ini dipublikasikan oleh ISO (the International Organization for Standarization) serta disusun melalui mekanisme workshop, dan bukan melalui proses komite. International Workshop Agreements disetujui melalui konsensus diantara para partisipan.
Panduan ini ditinjau setiap 3 tahun untuk memastikan kesesuaiannya dengan standar sistem manajemen mutu yang berlaku. Berdasarkan hasil dari tinjauan maka diputuskan apakah panduan ini akan direvisi atau ditarik.
International Workshop Agreement edisi pertama (IWA 2:2003) diterbitkan pada tahun 2003 dan di setujui pada workshop yang diadakan di Acapulco, Mexico, pada bulan Oktober 2002.. Edisi kedua yaitu IWA 2:2007 disetujui pada workshop yang diadakan di Busan, Korea pada bulan November 2006. Edisi yang kedua ini membatalkan dan menggantikan edisi pertama (IWA 2:2003).
Edisi kedua dari IWA 2 ini disusun oleh para peserta workshop yang terdiri dari 47 ahli dibidang pendidikan dan penjaminan mutu diantaranya guru, dosen, auditor, konsultan mutu, dan professor. Hal ini memastikan IWA 2 dapat menjadi panduan yang cukup membumi bagi para praktisi pendidikan dalam menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001:2000.
Satu hal penting yang harus diperhatikan adalah IWA 2 adalah sebagai panduan atau pelengkap persyaratan ISO 9001:2000. Jadi tidak boleh sebagai pengganti ISO 9001:2000 dan tidak dapat dijadikan acuan kontrak dalam peninjauan conformity maupun untuk keperluan sertifikasi.
Sumber: IWA 2:2007, Quality Management Systems – Guidelines for the application of ISO 9001:2000 in education
Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 sebagai Standar yang generik memerlukan dokumentasi dengan intepretasi yang tepat sesuai bidang layanannya serta penerapannya membutuhkan strategi agar diterima dan dijalankan oleh semua “Civitas Academica”. Bagi Lembaga Pendidikan yang belum menerapkan ISO 9001 atau yang sudah menerapkan ISO 9001 dapat meningkatkan kinerjanya dengan acuan IWA-2 (International Workshop Aggreement – 2), yaitu standar yang memandu secara khusus untuk lembaga pendidikan dan yang terkait dengan bidang pendidikan.
IWA 2:2007 adalah panduan penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 bagi institusi pendidikan. IWA adalah singkatan dari International Workshop Agreement. Panduan ini dipublikasikan oleh ISO (the International Organization for Standarization) serta disusun melalui mekanisme workshop, dan bukan melalui proses komite. International Workshop Agreements disetujui melalui konsensus diantara para partisipan.
Panduan ini ditinjau setiap 3 tahun untuk memastikan kesesuaiannya dengan standar sistem manajemen mutu yang berlaku. Berdasarkan hasil dari tinjauan maka diputuskan apakah panduan ini akan direvisi atau ditarik.
International Workshop Agreement edisi pertama (IWA 2:2003) diterbitkan pada tahun 2003 dan di setujui pada workshop yang diadakan di Acapulco, Mexico, pada bulan Oktober 2002.. Edisi kedua yaitu IWA 2:2007 disetujui pada workshop yang diadakan di Busan, Korea pada bulan November 2006. Edisi yang kedua ini membatalkan dan menggantikan edisi pertama (IWA 2:2003).
Edisi kedua dari IWA 2 ini disusun oleh para peserta workshop yang terdiri dari 47 ahli dibidang pendidikan dan penjaminan mutu diantaranya guru, dosen, auditor, konsultan mutu, dan professor. Hal ini memastikan IWA 2 dapat menjadi panduan yang cukup membumi bagi para praktisi pendidikan dalam menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001:2000.
Satu hal penting yang harus diperhatikan adalah IWA 2 adalah sebagai panduan atau pelengkap persyaratan ISO 9001:2000. Jadi tidak boleh sebagai pengganti ISO 9001:2000 dan tidak dapat dijadikan acuan kontrak dalam peninjauan conformity maupun untuk keperluan sertifikasi.
Sumber: IWA 2:2007, Quality Management Systems – Guidelines for the application of ISO 9001:2000 in education
Kamis, 12 Agustus 2010
Carilah Ilmu (Renungan 2)
Ilmu dan kemudahan ibarat dua sejoli yang tidak dapat dipisahkan. Coba Anda perhatikan para ulama yang mendalami ilmu syariatnya, betapa mudah hidup mereka dan betapa gampangnya kita berinteraksi dengan mereka. Memang demikian karena mereka sesungguhnya telah memahami tujuan hidup ini dan berhasil meraihnya hingga tahu seluk beluknya kehidupan.
Begitu pula sebaliknya Anda akan banyak menjumpai orang yang dalam keadaan sulit dan paling sulit diajak berinteraksi dan paling susah wataknya, serta mungkin paling berat jalan hidupnya. Semua karena mereka tidak memiliki ilmu yang memadai. Ya, karena mereka hanya mampu mendengar kalimat-kalimat yang sebenarnya tidak mereka pahami dan mereka hanya mendengar berbagai masalah tanpa bisa memaknai dan sama sekali tidak bisa mencernanya. Itu karena minimnya ilmu dan pemahamanan.
Mereka belum mengerti tujuan yang harus ditempuhnya dan belum mengerti berbagai persoalan hidup, sebagai konsekuensinya mereka terjerumus ke dalam perkara yang rumit dan membingungkan.
Banyak peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini seperti bunuh diri karena putus asa, tak mampu menahan beban hidup dan tak mampu mencari solusi sehingga mengambil keputusan yang tidak berdasar pada ilmu yang dimilikinya. Padahal setiap kesulitan dibukakan pintu kemudahan bila kita memahaminya. Dan alangkah ruginya kita bila tidak mampu memetik pelajaran dari alam sekitar kita.
Carilah ilmu dan niscaya Anda akan mendapatkan kemudahan.
Begitu pula sebaliknya Anda akan banyak menjumpai orang yang dalam keadaan sulit dan paling sulit diajak berinteraksi dan paling susah wataknya, serta mungkin paling berat jalan hidupnya. Semua karena mereka tidak memiliki ilmu yang memadai. Ya, karena mereka hanya mampu mendengar kalimat-kalimat yang sebenarnya tidak mereka pahami dan mereka hanya mendengar berbagai masalah tanpa bisa memaknai dan sama sekali tidak bisa mencernanya. Itu karena minimnya ilmu dan pemahamanan.
Mereka belum mengerti tujuan yang harus ditempuhnya dan belum mengerti berbagai persoalan hidup, sebagai konsekuensinya mereka terjerumus ke dalam perkara yang rumit dan membingungkan.
Banyak peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini seperti bunuh diri karena putus asa, tak mampu menahan beban hidup dan tak mampu mencari solusi sehingga mengambil keputusan yang tidak berdasar pada ilmu yang dimilikinya. Padahal setiap kesulitan dibukakan pintu kemudahan bila kita memahaminya. Dan alangkah ruginya kita bila tidak mampu memetik pelajaran dari alam sekitar kita.
Carilah ilmu dan niscaya Anda akan mendapatkan kemudahan.
Rabu, 11 Agustus 2010
Bercita-citalah setinggi Bintang di Langit (Renungan 1)
Pembaca yang berbahagia, di bulan Ramadhan ini saya coba untuk menuliskan sesuatu yang ada dalam renungan saya.
Di antara spesifikasi ajaran Islam ialah menganjurkan kepada pemeluknya untuk menghiasi diri dengan cita-cita yang besar, tujuan yang mulia, sasaran yang tinggi, target yang besar dan orientasi yang agung. Cita-cita yang terkandung di dalam diri Anda tak ubahnya bagaikan motor penggerak arus positif dan arus negatif yang mengontrol setiap anggota tubuh Anda. Ia bagaikan bahan bakar dan energi yang membuat pemiliknya melesat meraih apa yang diinginkan dan berlomba untuk memacu ke hal yang terpuji. Cita-cita yang besar dengan seijin Allah akan membuat anda mampu meraih kebaikan dan tataran yang mulia, sehingga mengalir begitu saja ke dalam darah dan otot Anda menuju derajat kewibawaan, dan manaiki kesempurnaan, bahkan orang lain tidak pernah melihat begitu cepatnya cita-cita yang Anda miliki.
Menghiasi dengan cita-cita yang tinggi lagi mulia akan mencabut segala hal dan angan-angan yang rendah serta hasil karya yang murahan. Sebagaimana pula ia akan mencabut habis hingga akar-akarnya dari pohon kehinaan dan kerendahan yang mewariskan jiwa-jiwa penjilat. Anda yang memiliki cita-cita yang kuat dan kokoh tidak akan pernah gentar dengan berbagai persoalan, begitu juga sebaliknya Anda yang tidak punya cita-cita akan menjadikan anda jiwa pengecut, penakut dan pecundang.
Janganlah anda berfikir dan memiliki persepsi keliru hingga mencampur adukan antara cita-cita yang besar denan besar diri. Sesungguhnya keduanya memiliki perbedaan yang mencolok. Cita-cita yang besar bagaikan mahkota yang menghiasi kalbu yang merdeka dan ideal, yang bersangkutan selamanya berupaya untuk meraih kesucian, dia selalu dalam gejolak yang tiada henti-hentinya untuk meraih tujuan dan puncak keberhasilannya.
cita-cita yang besar merupakan hiasan dari warisan para nabi sedangkan besar diri alias sombong merupakan penyakit yang biasa menjangkiti orang-orang angkara murka dn orang-orang yang sengsara. Cita-cita yang besar akan membawa naik pelakunya pada ketinggian sedangkan besar diri akan menurunkan pelakunya ke dasar yang paling bawah.
Wahai penuntut ilmu rencanakanlah bagi dirimu cita-cita yang besar.
Di antara spesifikasi ajaran Islam ialah menganjurkan kepada pemeluknya untuk menghiasi diri dengan cita-cita yang besar, tujuan yang mulia, sasaran yang tinggi, target yang besar dan orientasi yang agung. Cita-cita yang terkandung di dalam diri Anda tak ubahnya bagaikan motor penggerak arus positif dan arus negatif yang mengontrol setiap anggota tubuh Anda. Ia bagaikan bahan bakar dan energi yang membuat pemiliknya melesat meraih apa yang diinginkan dan berlomba untuk memacu ke hal yang terpuji. Cita-cita yang besar dengan seijin Allah akan membuat anda mampu meraih kebaikan dan tataran yang mulia, sehingga mengalir begitu saja ke dalam darah dan otot Anda menuju derajat kewibawaan, dan manaiki kesempurnaan, bahkan orang lain tidak pernah melihat begitu cepatnya cita-cita yang Anda miliki.
Menghiasi dengan cita-cita yang tinggi lagi mulia akan mencabut segala hal dan angan-angan yang rendah serta hasil karya yang murahan. Sebagaimana pula ia akan mencabut habis hingga akar-akarnya dari pohon kehinaan dan kerendahan yang mewariskan jiwa-jiwa penjilat. Anda yang memiliki cita-cita yang kuat dan kokoh tidak akan pernah gentar dengan berbagai persoalan, begitu juga sebaliknya Anda yang tidak punya cita-cita akan menjadikan anda jiwa pengecut, penakut dan pecundang.
Janganlah anda berfikir dan memiliki persepsi keliru hingga mencampur adukan antara cita-cita yang besar denan besar diri. Sesungguhnya keduanya memiliki perbedaan yang mencolok. Cita-cita yang besar bagaikan mahkota yang menghiasi kalbu yang merdeka dan ideal, yang bersangkutan selamanya berupaya untuk meraih kesucian, dia selalu dalam gejolak yang tiada henti-hentinya untuk meraih tujuan dan puncak keberhasilannya.
cita-cita yang besar merupakan hiasan dari warisan para nabi sedangkan besar diri alias sombong merupakan penyakit yang biasa menjangkiti orang-orang angkara murka dn orang-orang yang sengsara. Cita-cita yang besar akan membawa naik pelakunya pada ketinggian sedangkan besar diri akan menurunkan pelakunya ke dasar yang paling bawah.
Wahai penuntut ilmu rencanakanlah bagi dirimu cita-cita yang besar.
Rabu, 04 Agustus 2010
Redenominasi dan Sanering
Saya masyarakat biasa tentu agak deg-degan dengan isu "penyederhanaan" mata uang rupiah, apalagi saya belum pernah mengalami keadaan yang seperti ini. Saya hanya sering mengalami dimana nilai uang rupiah semakin merosot alias nilai tukarnya rendah. Terlebih lagi saya buktikan di beberapa kota di luar Indonesia seperti Singapore memang benar adanya. Saya punya uang pecakahan dengan deretan angka panjang seperti 100.000,00 tetapi nilainya kecil.
Nah berikut ini saya ambil dari beberapa tulisan mengenai Redenominasi dan Sanaering semoga saya dan orang lainnya di masyarakat sedikit lega.
Konon katanya yang disebut dengan Redenominasi itu berbeda dengan yang disebut dengan Sanering.
Jika redenominasi itu adalah pemotongan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya. Sedangkan sanering adalah pemotongan nilai mata uang suatu menjadi lebih kecil tanpa jaminan tidak berubahnya nilai tukarnya.
Dalam redenominasi, uang Rp 10.000 dipotong menjadi Rp 10, dengan harga barang yang semula Rp 10.000 juga berubah menjadi seharga Rp 10.
Fisik uangnya tak digunting sebagaimana yang dilakukan di program sanering. Pecahan lama sebelum redenominasi tetap berlaku, namun disertai dengan cara penulisan baru, dan penerbitan pecahan baru yang sudah disesuaikan dengan nilai redenominasinya.
Berbeda dengan sanering yang secara fisiknya uang dipotong atau digunting. Dimana uang Rp 10.000 dipotong menjadi Rp 10, sehingga dengan demikian harga barang yang semula Rp 10.000 belum tentu berubah menjadi seharga Rp 10.
Jadi, redenomanasi hanya semacam penyederhanaan penulisannya saja yang tak akan merugikan rakyat.
Sedangkan sanering itu merugikan rakyat, lantaran yang berubah adalah nilai uangnya.
Pendek kata, redenominasi itu jauh lebih baik daripada sanering.
Dan perlu dicatat, konon menurut kabar program sanering itu dilakukan karena ekonomi negara itu sangat buruk yang mendekati ambruk karena hiper inflasi.
Sedangkan program redenominasi itu dilakukan bukan karena ekonomi negara itu buruk serta bukan karena hiper inflasi. Namun semata-mata hanya karena tujuan efisien penulisan dan pembukuan saja.
Benarkah begitu ?.
Bisa jadi benar memang begitu, redenominasi berbeda dengan sanering, dan redenominasi tak akan merugikan rakyat.
Ya, apa mau dikata, jika pakar ekonomi sudah yang mengatakannya berdasarkan teori ekonominya yang diyakininya bagaikan kebenaran mutlaknya ayat-ayat kitab suci, maka rakyat ya nurut dan manut saja apa kata para pakar ekonomi.
Namun sesungguhnya, teori-teori ilmu ekonomi itu bukanlah wahyu Illahi yang mutlak kebenarannya, dan ilmu ekonomi itu tetaplah bukan ilmu matematika yang eksak dan pasti jumlah hasilnya sesuai dengan rumusnya.
Sehingga tetap saja yang namanya redenominasi itu ternyata juga tidak mutlak pasti benar begitu sesuai dengan teorinya.
Pemotongan sejumlah digit nominal mata uang pada program redenominasi itu ternyata juga ada potensi meleset, dalam arti kata tak serta merta pasti diikuti dengan penyesuaian harga berdasarkan nominal baru itu.
Contohnya adalah yang pernah terjadi di Zimbabwe, program redenominasi justru memicu inflasi ribuan persen.
Otoritas moneter Zimbabwe tak melakukan pemotongan atas fisik uangnya, tapi dengan mengeluarkan pecahan dalam nilai baru yang sudah disesuaikan dengan nilai redenominasi. Namun, kenyataannya perdagangan barang dan jasa serta nilai tukarnya tak patuh dengan nilai redenominasi itu.
Sehingga, dimana program yang ingin dijalankannya itu sebenarnya adalah redenominasi, tapi kenyataan yang terjadi di lapangan menjadi mirip tak ubahnya seperti dampak sanering.
Terlepas dari perdebatan soal definisi dan tetak bengek perbedaan antara redenominasi dengan sanering, sebenarnya ada apa kok Indonesia mulai mewacanakan akan melakukan redenominasi ?.
Konon menurut kabar, dari hasil riset Bank Dunia (World Bank) menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara pemilik pecahan mata uang terbesar kedua di dunia, dengan pecahan mata Rupiah sebesar 100.000.
Negara pemilik pecahan mata uang terbesar di dunia adalah Vietnam, dengan pecahan mata uang Dong Vietnam sebesar 500.000.
Sebenarnya tadinya itu Indonesia ada di urutan ketiga, dimana Zimbabwe di urutan pertama dengan pecahan sebesar 10 juta dolar Zimbabwe, lalu Vietnam dengan di rangking kedua dengan pecahan 500.000 Dong Vietnam, selanjutnya Indonesia di peringkat ketiga dengan pecahan 100.000 Rupiah.
Namun lantaran kemudian Zimbabwe melakukan redenominasi maka Vietnam naik rangking dari kedua menjadi pertama, dan Indonesia pun naik juga tingkatannya dari ketiga menjadi urutan kedua.
Nah, jika Indonesia kemudian mengikuti jejak langkah Zimbabwe dengan melakukan redenominasi, maka Indonesia mungkin akan terlepas dari daftar negara-negara dengan pecahan mata uang terbesar di dunia.
Lho, bukankah pecahan mata uang itu berkaitan dengan tingkat besar kebutuhan pecahan mata uang dalam transaksi yang secara tidak langsung juga mencerminkan tingkat inflasi juga ?. Berarti, selama ini menurut laporan resmi inflasi rendah tapi sesungguhnya inflasinya tinggi ?, berarti ekonomi indonesia jeblok ?.
Ya, tidak berarti begitu. Haruslah diingat, Indonesia itu pernah mempunyai Menteri Keuangan Terbaik di Asia dan di Dunia, jadi mosok jeblok begitu.
Tapi, memang jika dirasa-rasakan, setiap tahun selalu ada kenaikan harga.
Harga es cendol di tahun lalu tentu lebih murah daripada harga es cendol di tahun ini. Begitu juga biaya sekolah, biaya rumah sakit, dan biaya hidup lainnya, termasuk dan tak terkecuali harga mobil juga sepeda motor.
Tapi ya sudahlah, rakyat jelata manut dan nurut saja apa kata para pakar ekonomi bahwa ekonomi Indonesia kuat dan hebat serta spektakuler lantaran dikelola oleh Menteri Keuangan Terbaik di Asia dan di Dunia, sehingga inflasi di Indonesia pun itu rendah saja.
Walau ya itu tadi, kebanyakan rakyat kebanyakan itu merasakan bahwa pendapatannya itu semakin tahun semakin tak sebanding dengan biaya kehidupannya. Dimana kecepatan kenaikan pendapatannya kalah tinggi dibanding dengan kenaikan biaya kehidupannya.
Rakyat manut saja, bahwa yang dirasakannya itu bukanlah inflasi tinggi.
Ndak usah berdebat dan jalani hidup saja, toh Allah SWT tak akan mungkin membiarkan hamba-Nya eyang soleh dan solekah itu mengalami kesulitan dan mati kelaparan.
Toh, jika redenominasi gagal berbuah hasil sesuai teorinya, sang Menteri Keuangan Terbaik di Asia dan di Dunia pun tak akan bisa lagi ikutan disalahkan, lantaran sudah menjadi petinggi di jajaran pimpinan tertingginya Bank Dunia.
Oh ya, menurut kabar rumornya, kewenang mengetuk palu perihal keputusan kebijakan redenominasi itu, jika jadi dilaksanakan, ada pada pemerintah (lembaga eksekutif) bukan pada BI (Bank Indonesia).
Akhirulkalam, janganlah panik, ikuti petuahnya para pakar ekonom bahwa redenominasi itu bukan sanering. Dimana redenominasi itu hanyalah efesiensi dipenulisannya saja atau hanya merupakan bentuk penyederhanaan nominal saja, yang tak akan mengubah nilai barang.
Semoga begitu.
Nah berikut ini saya ambil dari beberapa tulisan mengenai Redenominasi dan Sanaering semoga saya dan orang lainnya di masyarakat sedikit lega.
Konon katanya yang disebut dengan Redenominasi itu berbeda dengan yang disebut dengan Sanering.
Jika redenominasi itu adalah pemotongan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya. Sedangkan sanering adalah pemotongan nilai mata uang suatu menjadi lebih kecil tanpa jaminan tidak berubahnya nilai tukarnya.
Dalam redenominasi, uang Rp 10.000 dipotong menjadi Rp 10, dengan harga barang yang semula Rp 10.000 juga berubah menjadi seharga Rp 10.
Fisik uangnya tak digunting sebagaimana yang dilakukan di program sanering. Pecahan lama sebelum redenominasi tetap berlaku, namun disertai dengan cara penulisan baru, dan penerbitan pecahan baru yang sudah disesuaikan dengan nilai redenominasinya.
Berbeda dengan sanering yang secara fisiknya uang dipotong atau digunting. Dimana uang Rp 10.000 dipotong menjadi Rp 10, sehingga dengan demikian harga barang yang semula Rp 10.000 belum tentu berubah menjadi seharga Rp 10.
Jadi, redenomanasi hanya semacam penyederhanaan penulisannya saja yang tak akan merugikan rakyat.
Sedangkan sanering itu merugikan rakyat, lantaran yang berubah adalah nilai uangnya.
Pendek kata, redenominasi itu jauh lebih baik daripada sanering.
Dan perlu dicatat, konon menurut kabar program sanering itu dilakukan karena ekonomi negara itu sangat buruk yang mendekati ambruk karena hiper inflasi.
Sedangkan program redenominasi itu dilakukan bukan karena ekonomi negara itu buruk serta bukan karena hiper inflasi. Namun semata-mata hanya karena tujuan efisien penulisan dan pembukuan saja.
Benarkah begitu ?.
Bisa jadi benar memang begitu, redenominasi berbeda dengan sanering, dan redenominasi tak akan merugikan rakyat.
Ya, apa mau dikata, jika pakar ekonomi sudah yang mengatakannya berdasarkan teori ekonominya yang diyakininya bagaikan kebenaran mutlaknya ayat-ayat kitab suci, maka rakyat ya nurut dan manut saja apa kata para pakar ekonomi.
Namun sesungguhnya, teori-teori ilmu ekonomi itu bukanlah wahyu Illahi yang mutlak kebenarannya, dan ilmu ekonomi itu tetaplah bukan ilmu matematika yang eksak dan pasti jumlah hasilnya sesuai dengan rumusnya.
Sehingga tetap saja yang namanya redenominasi itu ternyata juga tidak mutlak pasti benar begitu sesuai dengan teorinya.
Pemotongan sejumlah digit nominal mata uang pada program redenominasi itu ternyata juga ada potensi meleset, dalam arti kata tak serta merta pasti diikuti dengan penyesuaian harga berdasarkan nominal baru itu.
Contohnya adalah yang pernah terjadi di Zimbabwe, program redenominasi justru memicu inflasi ribuan persen.
Otoritas moneter Zimbabwe tak melakukan pemotongan atas fisik uangnya, tapi dengan mengeluarkan pecahan dalam nilai baru yang sudah disesuaikan dengan nilai redenominasi. Namun, kenyataannya perdagangan barang dan jasa serta nilai tukarnya tak patuh dengan nilai redenominasi itu.
Sehingga, dimana program yang ingin dijalankannya itu sebenarnya adalah redenominasi, tapi kenyataan yang terjadi di lapangan menjadi mirip tak ubahnya seperti dampak sanering.
Terlepas dari perdebatan soal definisi dan tetak bengek perbedaan antara redenominasi dengan sanering, sebenarnya ada apa kok Indonesia mulai mewacanakan akan melakukan redenominasi ?.
Konon menurut kabar, dari hasil riset Bank Dunia (World Bank) menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara pemilik pecahan mata uang terbesar kedua di dunia, dengan pecahan mata Rupiah sebesar 100.000.
Negara pemilik pecahan mata uang terbesar di dunia adalah Vietnam, dengan pecahan mata uang Dong Vietnam sebesar 500.000.
Sebenarnya tadinya itu Indonesia ada di urutan ketiga, dimana Zimbabwe di urutan pertama dengan pecahan sebesar 10 juta dolar Zimbabwe, lalu Vietnam dengan di rangking kedua dengan pecahan 500.000 Dong Vietnam, selanjutnya Indonesia di peringkat ketiga dengan pecahan 100.000 Rupiah.
Namun lantaran kemudian Zimbabwe melakukan redenominasi maka Vietnam naik rangking dari kedua menjadi pertama, dan Indonesia pun naik juga tingkatannya dari ketiga menjadi urutan kedua.
Nah, jika Indonesia kemudian mengikuti jejak langkah Zimbabwe dengan melakukan redenominasi, maka Indonesia mungkin akan terlepas dari daftar negara-negara dengan pecahan mata uang terbesar di dunia.
Lho, bukankah pecahan mata uang itu berkaitan dengan tingkat besar kebutuhan pecahan mata uang dalam transaksi yang secara tidak langsung juga mencerminkan tingkat inflasi juga ?. Berarti, selama ini menurut laporan resmi inflasi rendah tapi sesungguhnya inflasinya tinggi ?, berarti ekonomi indonesia jeblok ?.
Ya, tidak berarti begitu. Haruslah diingat, Indonesia itu pernah mempunyai Menteri Keuangan Terbaik di Asia dan di Dunia, jadi mosok jeblok begitu.
Tapi, memang jika dirasa-rasakan, setiap tahun selalu ada kenaikan harga.
Harga es cendol di tahun lalu tentu lebih murah daripada harga es cendol di tahun ini. Begitu juga biaya sekolah, biaya rumah sakit, dan biaya hidup lainnya, termasuk dan tak terkecuali harga mobil juga sepeda motor.
Tapi ya sudahlah, rakyat jelata manut dan nurut saja apa kata para pakar ekonomi bahwa ekonomi Indonesia kuat dan hebat serta spektakuler lantaran dikelola oleh Menteri Keuangan Terbaik di Asia dan di Dunia, sehingga inflasi di Indonesia pun itu rendah saja.
Walau ya itu tadi, kebanyakan rakyat kebanyakan itu merasakan bahwa pendapatannya itu semakin tahun semakin tak sebanding dengan biaya kehidupannya. Dimana kecepatan kenaikan pendapatannya kalah tinggi dibanding dengan kenaikan biaya kehidupannya.
Rakyat manut saja, bahwa yang dirasakannya itu bukanlah inflasi tinggi.
Ndak usah berdebat dan jalani hidup saja, toh Allah SWT tak akan mungkin membiarkan hamba-Nya eyang soleh dan solekah itu mengalami kesulitan dan mati kelaparan.
Toh, jika redenominasi gagal berbuah hasil sesuai teorinya, sang Menteri Keuangan Terbaik di Asia dan di Dunia pun tak akan bisa lagi ikutan disalahkan, lantaran sudah menjadi petinggi di jajaran pimpinan tertingginya Bank Dunia.
Oh ya, menurut kabar rumornya, kewenang mengetuk palu perihal keputusan kebijakan redenominasi itu, jika jadi dilaksanakan, ada pada pemerintah (lembaga eksekutif) bukan pada BI (Bank Indonesia).
Akhirulkalam, janganlah panik, ikuti petuahnya para pakar ekonom bahwa redenominasi itu bukan sanering. Dimana redenominasi itu hanyalah efesiensi dipenulisannya saja atau hanya merupakan bentuk penyederhanaan nominal saja, yang tak akan mengubah nilai barang.
Semoga begitu.
Senin, 02 Agustus 2010
Komunikasi di Tempat Kerja
Untuk kompetensi Dasar komunikasi di tempat kerja standar kompetensi Melaksanakan Kerjasama dengan Kolega dan pelanggan dapat diunduh disini